Selasa, 11 Oktober 2011

analisis puisis rene wellek

ANALISIS PUISI BERDASARKAN STRATA NORMA WELLEK BERDASARKAN ROMAN INGARDENS
Puisi merupakan karya sastra yang memiliki struktur yang sangat kompleks yang terdiri dari beberapa strata (lapis) norma. Menurut Wellek masing-masing norma dalam sebuah analisis puisi menimbulkan lapis norma di bawahnya yaitu :
Lapis norma pertama adalah lapis bunyi. Bila orang membaca puisi, maka yang terdengar adalah rangkaian bunyi yang dibatasi jeda pendek, agak panjang, dan panjang. Lapis pertama yang berupa bunyi tersebut mendasari timbulnya lapis kedua, yaitu lapis arti, karena bunyi-bunyi yang ada pada puisi bukanlah bunyi tanpa arti. Bunyi-bunyi itu disusun sedemikian rupa menjadi satuan kata, frase, kalimat, dan bait yang menimbulkan makna yang dapat dipahami oleh pembaca. Rangkaian satuan-satuan arti tersebut menimbulkan lapis ketiga berupa unsur intrinsik dan ekstrinsik puisi, misalnya latar, pelaku, lukisan-lukisan, objek-objek yang dikemukakan, makna implisit, sifat-sifat metafisis, dunia pengarang dan sebagainya. 
Penerapan analisis puisi berdasarkan strata norma menurut Wellek berdasarkan Roman Ingardens akan dijelaskan dalam analisis puisi CINTAKU JAUH DI PULAU karya Chairil Anwar.
CINTAKU JAUH DI PULAU
(Chairil Anwar)

Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri
Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar
Angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya
Di air yang terang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertahta, sambil berkata :
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja.”
Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
Mengapa ajal memanggil dulu
sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!

Manisku jauh di pulau
kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri


1. Analisis lapis pertama (bunyi)

            Analisis puisis dengan lapis bunyi yaitu menggunakan bunyi-bunyi yang dipilih berdasarkan yang bunyi-bunyi yang bernada. Misalnya pada puisi Cintaku Jauh Di Pulau, pada baris pertama puisi tersebut ada pengulangan bunyi vokal pada sebuah baris yang sama(asonansi) yaitu a dan u, pada baris kedua ada Pengulangan bunyi konsonan dari kata-kata yang berurutan atau rima awal(aliterasi) yaitu  s (gadis manis sekarang iseng sendiri). Demikian juga pada bait kedua terdapat pengulangan bunyi vocal a (melancar – memancar – si pacar – terang – terasa), dan juga terjadi pengulangan bunyi-bunyi konsonan dari kata-kata yang berurutan  yaitu l dan r (melancar – bulan memancar – laut terang – tapi terasa).
Selain itu ada pula rima teratur yang terdapat pada puisi iniyaitu terdapat pada bait 1 dan bait terakhir yang memiliki rima yang sama (a b), yang terletak diantara bait-bait yang berpola rima a a – bb. Rima konsonan dari “memancar – si pacar” bertentangan dengan rima “terasa – padanya” yang merupakan bunyi vokal. Rima “kutempuh – merapuh” (konsonan) bertentangan dengan rima vokal “dulu – cintaku”. Rima yang berupa asonansi dan aliterasi pada puisi di atas berfungsi sebagai lambang rasa sehingga menambah keindahan puisi dan memberi nilai rasa tertentu.
2. Analisis lapis kedua (arti)
Untuk menganalisis arti, kita berusaha memberikan makna pada bunyi, suku kata, kata, kelompok kata, kalimat, bait, dan pada akhirnya makna seluruh puisi. Contohnya analisis makna per kalimat, per bait dan akhirnya makna seluruh puisi. Contoh analisis puisi berdasarkan tiap bait yaitu pada puisi ‘Cintaku Jauh di Pulau’ yaitu:.
Analisis bait “Cintaku jauh di pulau” pada bait ini menandakan bahwa kekasih tokoh aku berada di pulau yang jauh. ”Gadis manis sekarang iseng sendiri” pada bait ini artinya kekasih dari tokoh aku tersebut adalah seorang gadis yang manis yang menghabiskan waktu sendirian (iseng) tanpa kehadiran tohoh aku. Pada bait  “Perahu melancar, bulan memancar, di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar” Analisis pada bait tersebut menandakan bahwa tokoh aku menempuh perjalanan yang jauh dengan perahu karena ingin menjumpai kekasihnya. “Angin membantu, laut terang, tapi terasa aku tidak ‘kan sampai padanya” pada saat itu cuaca sangat bagus, namun hati si aku merasa gundah karena rasanya ia tak akan sampai pada kekasihnya.
Pada bait selanjutnya “Ajal bertahta sambil berkata : “Tujukan perahu ke pangkuanku saja”. Pada bait ini menceritakan perasaan tokoh aku yang semakin sedih karena meskipun air terang, angin mendayu, tetapi perasaannya mengatakan bahwa  ajal telah memanggilnya.
Bait selanjutnya yaitu “Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh! Perahu yang bersama ‘kan merapuh! Mengapa ajal memanggil dulu, sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?! menunjukkan bahwa tokoh aku putus asa. Dia telah bertahun-tahun berlayar demi bertemu dengan kekasihnya, bahkan perahu yang membawanya sudah hampir rusak, namun ternyata kematian menghadang dan mengakhiri hidupnya sebelum ia bertemu dengan kekasihnya. “Manisku jauh di pulau, kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri” pada bait ini menandakan bahwa tokoh aku khawatir terhadap kekasihnya, bahwa setelah ia meninggal, kekasihnya itupun akan mati juga dalam penantiannnya selama ini yang selalu sendiri dengan sia-sia.

3. Analisis lapis ketiga (objek-objek, latar, pelaku, ‘dunia pengarang’ dan lain-lain)

            Pada analisis lapis arti sebelumya menimbulkan lapis ketiga yaitu berupa objek-objek yang dikemukakan, latar, pelaku, ‘dunia pengarang’, makna implisit, dan metafisis.
Dalam menganalisis puisi ‘Cintaku Jauh di Pulau’, objek yang dikemukakan adalah cintaku, gadis manis, laut, pulau, perahu, angin, bulan, air laut, dan ajal. Pelaku atau tokohnya adalah si aku , sedangkan latarnya di laut, pada malam hari yang cerah dan berangin.
Jika objek-objek, latar, dan pelaku yang dikemukakan dalam puisi digabungkan, maka akan menghasilkan ‘dunia pengarang’ atau isi puisi. Ini merupakan dunia (cerita) yang diciptakan penyair di dalam puisinya. Contohnya berdasarkan puisi ‘Cintaku Jauh di Pulau’ kita dapat menuliskan ‘dunia pengarang’ sebagai berikut :
Kekasih tokoh aku (gadis manis) berada di suatu tempat yang jauh. Karena ingin menemuinya, pada suatu malam ketika bulan bersinar dan cuaca bagus, si aku berangkat dengan perahu. Akan tetapi, walaupun keadaan sangat baik untuk berlayar (laut terang, angin mendayu), namun si aku merasa ia tak akan sampai pada kekasihnya itu. Pelayaran selama bertahun-tahun, bahkan sampai perahunya akan rusak, nampaknya tidak akan membuahkan hasil karena ajal lebih dulu datang. Ia membayangkan, setelah ia mati kekasihnya juga akan mati dalam kesendirian. Dalam puisi tersebut digambarkan perasaan-perasaan tokoh si aku yaitu : senang, gelisah, kecewa, dan putus asa. Selain itu juga dapat di lihat terdapat unsur metafisis yang menyebabkan pembaca berkontemplasi. Dalam puisi di atas, unsur metafisis tersebut berupa ketragisan hidup manusia, yaitu meskipun segala usaha telah dilakukan disertai sarana yang cukup, bahkan segalanya berjalan lancar, namun manusia seringkali tak dapat mencapai apa yang diidam-idamkannya karena maut telah menghadang lebih dahulu. Dengan demikian, cita-cita yang hebat dan menggairahkan akan sia-sia belaka. Ada pula makna implisit yang walaupun tidak dinyatakan dalam puisi namun dapat dipahami oleh pembaca. Misalnya kata ’gadis manis’ memberi gambaran bahwa pacar si aku ini sangat menarik. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar